Apa kalian sudah pernah mendengar kesenian Gandrung
sebelumnya? Kalau belum, saya akan menjelaskan tentang kesenian Gandrung itu
sendiri terlebih dahulu. Dari gambaran yang saya lihat, kesenian Gandrung
merupakan kesenian yang berasal dari Banyuwangi. Kesenian ini dapat dikatakan
sebagai ibu dari berbagai kesenian di Banyuwangi. Angklung Banyuwangi sendiri
juga sangat dipengaruhi oleh kesenian Gandrung Banyuwangi. Penari perempuan
Gandrung pertama adalah Semi, seorang anak kecil yang pada tahun 1895 masih
berusia sepuluh tahun. Namun dari catatan lain mengatakan bahwa penari gandrung dahulu dilakukan oleh seorang lanang
(laki-laki) dengan berpakaian wanita.
Fungsi dari kesenian Gandrung Banyuwangi itu sendiri adalah
sebagai tari pergaulan. Tari Gandrung
memiliki ciri khas mulai dari gerakan, iringan serta vocal. Tari gandrung
sendiri memiliki 3 tahap dalam penyajiannya, berikut 3 tahap penyajian itu
sendiri :
1. Jejer Gandrung, penari melakukan
tarian dengan sendiri dengan diiringi lagu Podo Nonton
2. Macu Gandrung, yaitu melayani para
tamu, pada tahapan inilah sering terjadi kegiatan atau adegan yang
kadang-kadang di luar norma .
3. Tahap ke-3, dimana penari menyanyi
dengan lirik dan pantun yang penuh dengan nasehat serta permintaan maaf pada
penonton dengaan penampilannya.
Lalu apa hubungannya kesenian Gandrung dengan tanggung jawab
serta pengabdian? Sebelum kita menghubungkannya dengan unsur tersebut dengan
kesenian gandrung, mari kita definisikan tanggung jawab serta pengabdian tersebut
terlebih dahulu. Tanggung jawab merupakan perbuatan baik sebagai perwujudan
kesetiaan yang dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu pada hakekatnya adalah
rasa tanggung jawab.
Penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra
negative di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu menilai
dan berpandangan bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang amat negative dan
mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan
terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan ketidak keadilan
pada mereka. Kalau kita perhatikan sebenarnya pandangan negative mereka
terhadap penari Gandrung kurang tepat. Bagi seorang penari Gandrung, menari
seperti itu merupakan sumber mata pencaharian mereka, bukan hanya itu saja,
akan tetapi juga melestarikan kebudayaan itu sendiri. Melestarikan kebudayaan
tersebut merupakan tanggung jawab serta pengabdian mereka. Tanggung jawab serta pengabdian ini
seharusnya tidak hanya dipikul oleh penari gandrung saja,seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia sendiri
terutama generasi muda yang memiliki kebudayaan tersebut harus melestarikannya
pula. Karena kesenian ini berasal dari Negara kita, sepatutnya harus dijaga
dengan baik. Selain itu pandangan buruk terhadap penari Gandrung ini, bukan
karena mereka yang melakukannya akan tetapi orang yang berpartisipasi pada
kesenian itu sendiri yaitu beberapa tamu yang berperilaku diluar norma. Perilaku
beberapa tamu yang diluar norma inilah yang menjadi ketidak adilan bagi para
penari Gandrung, sehingga mereka mendapatkan sisi negative di lingkungan
mereka. Jika kesenian ini tidak diwarnai hal seperti itu, kemungkinan akan
terjadi penaikan minat yang lebih pada kesenian Gandrung Banyuwangi itu
sendiri.
Sebelumnya saya minta maaf atas kutipan yang telah saya buat
yang kurang berkenan bagi beberapa pihak, bantu saya dengan cara berkomentar
baik diblog ini, agar blog ini tetap memberikan yang terbaik . Terimakasih .