KESENIAN GANDRUNG DENGAN TANGGUNG JAWAB SERTA PENGABDIAN KITA SEBAGAI GENERASI MUDA INDONESIA

| Sabtu, 07 Mei 2016




Apa kalian sudah pernah mendengar kesenian Gandrung sebelumnya? Kalau belum, saya akan menjelaskan tentang kesenian Gandrung itu sendiri terlebih dahulu. Dari gambaran yang saya lihat, kesenian Gandrung merupakan kesenian yang berasal dari Banyuwangi. Kesenian ini dapat dikatakan sebagai ibu dari berbagai kesenian di Banyuwangi. Angklung Banyuwangi sendiri juga sangat dipengaruhi oleh kesenian Gandrung Banyuwangi. Penari perempuan Gandrung pertama adalah Semi, seorang anak kecil yang pada tahun 1895 masih berusia sepuluh tahun. Namun dari catatan lain mengatakan bahwa penari gandrung  dahulu dilakukan oleh seorang lanang (laki-laki) dengan berpakaian wanita.

Fungsi dari kesenian Gandrung Banyuwangi itu sendiri adalah sebagai tari pergaulan.  Tari Gandrung memiliki ciri khas mulai dari gerakan, iringan serta vocal. Tari gandrung sendiri memiliki 3 tahap dalam penyajiannya, berikut 3 tahap penyajian itu sendiri :
1.      Jejer Gandrung, penari melakukan tarian dengan sendiri dengan diiringi lagu Podo Nonton
2.      Macu Gandrung, yaitu melayani para tamu, pada tahapan inilah sering terjadi kegiatan atau adegan yang kadang-kadang di luar norma .
3.      Tahap ke-3, dimana penari menyanyi dengan lirik dan pantun yang penuh dengan nasehat serta permintaan maaf pada penonton dengaan penampilannya.

Lalu apa hubungannya kesenian Gandrung dengan tanggung jawab serta pengabdian? Sebelum kita menghubungkannya dengan unsur tersebut dengan kesenian gandrung, mari kita definisikan tanggung jawab serta pengabdian tersebut terlebih dahulu. Tanggung jawab merupakan perbuatan baik sebagai perwujudan kesetiaan yang dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu pada hakekatnya adalah rasa tanggung jawab.

Penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negative di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu menilai dan berpandangan bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang amat negative dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan ketidak keadilan pada mereka. Kalau kita perhatikan sebenarnya pandangan negative mereka terhadap penari Gandrung kurang tepat. Bagi seorang penari Gandrung, menari seperti itu merupakan sumber mata pencaharian mereka, bukan hanya itu saja, akan tetapi juga melestarikan kebudayaan itu sendiri. Melestarikan kebudayaan tersebut merupakan tanggung jawab serta pengabdian mereka.  Tanggung jawab serta pengabdian ini seharusnya tidak hanya dipikul oleh penari gandrung saja,seharusnya  kita sebagai bangsa Indonesia sendiri terutama generasi muda yang memiliki kebudayaan tersebut harus melestarikannya pula. Karena kesenian ini berasal dari Negara kita, sepatutnya harus dijaga dengan baik. Selain itu pandangan buruk terhadap penari Gandrung ini, bukan karena mereka yang melakukannya akan tetapi orang yang berpartisipasi pada kesenian itu sendiri yaitu beberapa tamu yang berperilaku diluar norma. Perilaku beberapa tamu yang diluar norma inilah yang menjadi ketidak adilan bagi para penari Gandrung, sehingga mereka mendapatkan sisi negative di lingkungan mereka. Jika kesenian ini tidak diwarnai hal seperti itu, kemungkinan akan terjadi penaikan minat yang lebih pada kesenian Gandrung Banyuwangi itu sendiri.

Sebelumnya saya minta maaf atas kutipan yang telah saya buat yang kurang berkenan bagi beberapa pihak, bantu saya dengan cara berkomentar baik diblog ini, agar blog ini tetap memberikan yang terbaik . Terimakasih .


Referensi :
www.id.m.wikipedia.org/wiki/tanggung_jawab
www.id.m.wikipedia.org/wiki/pengabdian
www.id.m.wikipedia.org/wiki/Gandrung_banyuwangi

video gandrung

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2010 Yuni Nofitasari | Design by btemplatebox.com